Jumat, 16 Agustus 2013

Sebuah garisan takdir yang telah Salman jalani # Chapter 2

 Ia mendapat informasi bahwa disana ada sebuah SMK yang mempunyai program kelas mandiri, sekolah sambil bekerja, menurut informasi yang yang teman Salman dapat, tempat tinggal gratis, seragaam gratis, makan gratis, tapi sambil bekerja, hanya saja membayar uang sebanyak Rp 650.000 untuk pendaftaran. Setelah menjelaskan panjang lebar teman Salman pun pergi, dan sepontan saat itu salman meminta izin kepada ke 2 orang tua nya, ternyata yang terjadi orang tua Salman tidak mengizinkannya. Kemudian Salman membujuk dan terus meminta dengan penuh hormat kepada Ibu, nya,, Akhirnya sang Ibu mengizinkan. Dan setelah itu Salman pergi ke tempat temannya untuk menelusuri dan menindak lanjuti informasi tersebut, mereka berdua akhirnya mendapatkan informasi, dan mulai mengontak guru yang ada di Subang.

Akhirnya pada tanggal 8 juni 2008 Salman dan ke 2 temannya tiba di sebuah Sekolah Yang sangat luas dan menakjubkan. Yang mana disitu semua siswa nya berpakaian putih rapi,  dan terlihat disiplin, ya Inilah suasana di SMK Negeri 2 Subang, yang dijuluki "STEMPERT" <STM Pertanian>
Kami tidak pernah menyangka bahwa sekolah yang akan kami datangi sebagus ini, dengan Siswa kurang lebih 3.000 Orang, dengan ciri khusus seragam korps Tarunanya. dan dengan tatanan disiplin yang rapi,,
Setelah itu Salman dan ke 2 temannya menyelesaikan tes seleksi dan akhirnya diterima.

Selanjutnya mereka diantar ke sebuah Asrama, inilah rumah baru mereka, bukan hanya itu salman juga mendapat banyak teman baru lain suku.
Usai menyimpan pakaian di asrama mereka diajak ke kebun, ternyata waktu sedang ada EXPO Pertanian International. Hasil panen yang begitu bagus dan melimpah membuat mereka terkagum-kagum, akan karya-karya kakak kelas mereka.
Tak lama kemudian, Bapak yang mengantar mereka pun harus pamit untuk undur diri, dengan rasa sedih kami melepas kepulangan beliau.

Jam 12.00 siang pun tiba, itu artinya waktunya makan siang. dengan rasa lelah dan letih usai jalan-jalan di kebun, mereka menunggu-nunggu jatah makan siang. Menit berganti menit, dan tak terasa 30 menit telah berlalu, perut mereka mulai keroncongan, tiba-tiba Salman punya ide untuk sms kepada gurunya.
Tanpa ada jawaban, sang guru langsung mendatangi kami, beliau menjelaskan panjang lebar, dan akhirnya mengemukakan bahwa tidak ada jatah makan, ternyata makan di tanggung sendiri.

Setelah itu kamipun kebingungan, namun untung saat itu ibu guru kami memberi 3 bungkus nasi untuk mereka bertiga.

Sebuah Garisan takdir yang telah Salman jalani # Chapter 1

Lima belas mei 1991 pukul 15:30 WIB, di Temanggung lahirlah seorang anak laki-laki, Salman namanya. Ia tinggal di lereng Gunung Sindoro. Sebuah gunung yang kaya akan hasil Alamnya. Mata pencaharian Orang sekitar adalah petani dan buruh tani, seiring dengan berjalannya waktu Salman Tumbuh dewasa namun sayang Ia mempunyai sifat seorang pemalas, kurang rapi dll. Saat kelas 1Sd ia tidak naik kelas, tutur Wali kelasnya "Salman itu sebenarnya pinter, tapi wegah (Malas). Tidak hanya itu ia tidak bisa rapih dalam berpakaian lantaran baju seragamnya kusut gtak pernah di seterika. Yaa, karena ia tak punya seterika.

Profesi orang tuannya adalah buruh tani, dari segi pendidikan sangatlah kurang, namun semangat untuk membesarkaan, dan mendidik anak-anaknya agar gigih bekerja sangaatlah kuat. Tidak hanya itu, orang tuanya juga seorang yang ulet, tidak mudah putus asa, banting tulang, peras keringat, sampai-sampai setelah magrib baru pulang dari ladang.

Setelah tidak naik tingkat di kelas 1 Sd, Salman mulai berpikir, nampaknya ia tidak mau mengulangi untuk yang ke dua kalinya, ia pun belajar dengan rajin, sampai-sampai ia mendapatkan peringkat kelas, walaupun hanya peringkat ke 8, Salman mampu membuktikan, saat itu ia mampu memilih, bahwa ia harus naik kelas. Akhirnya keinginanya tercapai, ia menjadi seorang anak yang rajin belajar, rajin mengaji, dan juga ulet.

Seiring berjalannya waktu ia pun menjadi anak yang cerdas, ia mampu berpikir dengan logikannya, ia pintar dalam pelajaran matematika, IPA, PPKn, bahkan ia banyak menguasai kosakata bahasa Arab. Namun sayangnya, kecerdasanya hanya mentog sampai kelas 4 SD, lantaran ia lebih memilih ber corat-coret saat diterangkan gurunya. sepulang sekolah ia lebih suka bermain ketimbang mengerjakan pr dan belajar.
Tak hanya itu juga, malangnya ia tidak pernah ikut mengaji setelah ba'da Ashar lantaran ia sering digoda teman-temannya, dan ia pun menjadi seorang anak yang tertekan, dan cengeng. Nampaknya ia benar-benar malang, Nampaknya lingkungannya tak mengizinkannya untuk tumbuh menjadi anak yang pandai.

Di kelas 5 SD ia mualai tampil biasa-biasa saja, kecerdasan cemerlangnya seakan dicuci dengan tinta hitam, ia pun kembali menjadi anak yang malas, tapi Allah SWT masih melindunginnya, sehingga ia dapat lulus SD dengan lancar, tidak ada lagi kata "tinggal kelas".

Penyesalan atas kemalasannya begitu dalam, Ia berjanji pada diri sendiri, bahwa ia akan belajar dengan sungguh-sungguh, ia berjanji akan mendapatkan prestasi, lantaran ia berpikir setelah lulus SMP nanti ia ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, ia berharap dengan nilai yang bagus ia akan dapat mudah mendapatkan beasiswa. Karen ia tahu, ia tak mungkin dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi jika mengandalkan biyaya orang tua, lantaran ia lahir dari keluarga bertipe C.

Seteah itu ia pun diterima di sebuah SMP, yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya, Ia mulai belajar lebih dewasa, ia mulai kembali memainkan logika kecilnya, ia mulai belajar tentang Alam, dan belajar tentang kehidupan. Namun sayang, keinginanan untuk berubah dirasa berat, lantan ia  telah tertimbun oleh puing-puing masa lalunya. Ia memilih sebuah jalan yang salah, nampaknya sebuah kalimat '' diri kita yang sekarang, adalah pilihan dari masa lalu nya" memang benar. Ia pun menjadi anak yang tidak pintar, akhirnya ia putus asa, keinginan untuk berubah kembali sirna, ia pun lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain dengan teman-temannya.

Suatu saat, saat ia masih duduk di tingkat 7 ia mengikuti pelajaran Geografi, saat itu membahas tentang sumber daya alam, ia sangat senang memperhatikan pelajaran tersebut, karena ia ingin lebih tahu tentang alam, usai sang Guru menerangkan tiba-tiba sang guru memberi tugas kepada murud-muridnya,
" Coba analogikan proses peristiwa terbentuknya Batu Kapur"?
Entah mengapa Salman kemudian merenung, dan memainkan logikanya dan ia tuangkan menjadi sebuah tulisan,
" Mula-mula terbentuknya batu kapur adaalah dari, sisa sisa hewan laut yang tertimbun berjuta-juta tahun didalam tanah, kemudian lempenan-lempengan di dasar laut saling berhimpitan dan mengakibatkan gundukan di atas laut, dan lama kelamaaan terus menjulang ke atas sehingga menjadi sebuah gunung  batu kapur".
Karena ia duduk di bangku paling depan Akhirnya ia di tunjuk untuk membacakan hasilnya. Kemudian tulisanya ia baca dengan lantang, selesai membaca ia ditanya tentang banyak hal,, akhirnya sang Guru puas dan sepontan memuji kecerdasan Salman.

Di tingkat 8 ia kembali bertemu sang guru, namun sang guru kaget, pikirnya Salman akan berada di kelas faforit, namun dalam kenyataanya ia tergolong di dalam kelas yang paling rendah Di sebuah kelas yang terpencil, ia malah menjadi anak yang nakal. Disamping kelasnya ada sebuah kelas yang dihuni oleh anak-anak tingkat 9.
Suatu ketika ia beradu mulut dengan seorang kakak kelasnya, nampaknya dari saat SMP ia lebih suka berdebat ketimbang mengalah, lebih suka "adu balung tanpo isi" sampai-sampai ia berkelahi dengan kakak kelasnya, dan paraahnya lagi, ia lakukan di depan kelas, dan di tonton oleh siswa-siswi dari 2 kelas.
Singkat cerita ia menjadi anak yang nakal. tapi ia masih beryukur karena dinyatakan lulus, saat itu ada 37 temannya yang dinyatakan tidak lulus,dan harus ikut paket C jika ingin dapat ijazh, atau mengulang lagi 1 tahun.

Walaupun ia tumbuh menjadi anak yang bodoh dan nakal, tapi ia tetap berdo'a agar suatu saat nanti bisa melanjutklan ke jenjang yang lebih tinggi. walaupun itu terasa begitu mustahil baginnya, dalam siang malam, dalam usai shalat-shalat fardhunya, dalam sujud qiyamul lail, ia selalu berdoa " Ya Allah berilah kesehatan untuk ku, keluargaku dan orang-orang di sekitarku, berilah hidayah untuk ku dan orang-orang disekitarku, Ya Allah, semoga suatu saat nanti aku bisa melanjukanke jenjang yang lebih tinggi, Amiin ya robal Alamin."
Do'a itu selalu ia ucapkan di saat usai shalat nya, baik saat duduk di bangku SMP maupun setelah lulus SMP.


Setelah lulus SMP, harapannya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi sirna, ia pun menjadi seorang buruh tani dan juga pencari rumput untuk pakan do'mba milik orang tuannya, sesekali juga ia mengembalakan domba'domba nya. Ia sering termenung, memikirkan masa depannya.

Suatu ketika ia mencari rumput di atas terik panas Matahari, saat itu bulan Agustus, cuacanya sangat panas, dan rumput sulit untuk didapatkan, ia berjalan menyusuri sebuah jalan setapaik, yang tandus, dengan tangan kanannya ia tenteng sebuah karung dan sebilah sabit, sekian  berjalan kesana kemari di atas terik sinar  Matahari namun sayang ia tak kunjung mendapatkan yang ia inginkan. kemudian dalaam hatinya ia berkataa " Kalau aku begini terus, bagaimana kelak masa depanku". seakan air matanya tidak mau kalah dengan tetesan-tetesan keringat yang mengucur dari tubuhnya. Setelah itu ia kembali menguatkan tekadnya, memperbanyak waktu-waktu do'a nya, dan juga sering terbangundari ranjang tidur nya utuk melaksanakan Qiyamul lail, dalam malam-malamnya ia sering bermunajah kepada Allah,dan memohon dengan kerendahan hati, ia menyesal akan perbuatan masa lalunya.

Suatu sore Salman didatangi oleh sahabat karibnya yang telah lama tak menampakkan batang hidungnya. Hapir satu tahun mereka tak pernah bertatap muka, usai tamat dari SMP, mungkin karena sibuk bekerja.
Yaa,, sore itu ia didatangi temannya, ia banyak berbincang ngalor ngidul,, dan akhirnya dia menyampaikan sesuatu yang menjadi tujuannya datang ke gubuk Salman,  Ia memyampaikan, bahwa ia mendapat informasi dari pamannya bahwa di Provinsi Jawa Barat.